Pengertian Amicus Curiae di Peradilan dan Dasar Hukumnya

20 April 2024, 21:17 WIB
Dok ilutrasi peradilan /

KABARINDRAMAYU - Dalam sengketa PHPU di MK tahun 2024 ini, Megawati Soekarnoputri dan sejumlah pihak mengajukan diri menjadi amicus curiae ke MK. 

Mungkin banyak  orang awam yang belum paham  amicus curiae,  sebagaimana beberpa tokoh  mengaajukan diri  sebagai amicus curiae yang  secara  harfiah berasal dari Bahasa Latin yang berarti friend of court atau sahabat pengadilan.[Amicus curiae ini dikenal pertama kali dalam praktik pengadilan sejak awal abad kesembilan dalam sistem hukum Romawi Kuno dan berkembang di negara-negara dengan tradisi common law sebagai mana dikutib dari Hukum on line , Sabtu 20 April 2024.

Lalu, apa yang dimaksud dengan amicus curiae? Amicus curiae adalah seseorang atau satu organisasi profesional, sebagai pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara, namun memiliki kepentingan atau kepedulian atas perkara itu, lalu memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis untuk membantu peradilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, karena sukarela dan prakarsa sendiri atau karena pengadilan memintanya.[3]

Amicus curiae dapat pula diartikan sebagai pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, dengan memberikan pendapat hukumnya di pengadilan. Amicus curiae ini hanya sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan.

Menurut Siti Aminah dalam buku Menjadi Sahabat Keadilan; Panduan Menyusun Amicus Brief (hal. 11), untuk dapat disebut sebagai amicus curiae adalah:

• seseorang, sekumpulan orang atau organisasi yang tidak memiliki hubungan dan kepentingan dengan para pihak dalam suatu perkara;

• memiliki ketertarikan dan berkepentingan terhadap hasil putusan pengadilan;

• dengan cara memberikan pendapat/informasi berdasarkan kompetensinya tentang masalah hukum atau fakta hukum atau hal lain yang terkait dengan kasus tersebut ke pengadilan;

• untuk membantu pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara (menjadi sahabat);

• secara sukarela dan prakarsa sendiri atau karena pengadilan memintanya;

• dalam bentuk memberikan pendapat hukum (legal opinion) atau memberikan keterangan di persidangan atau melalui karya ilmiah;

• ditujukan untuk kasus-kasus berkaitan dengan kepentingan publik;

• hakim tidak memiliki kewajiban untuk mempertimbangkannya dalam memutus perkara.

Fungsi Amicus Curiae

Fungsi utama dari amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu.

Berdasarkan penjelasan pada bagian pengertian amicus curiae di atas, dapat pula disimpulkan bahwa fungsi amicus curiae adalah untuk membantu pengadilan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara dalam bentuk pendapat hukum atau melalui karya ilmiah. Pendapat tersebut nantinya akan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara.

Namun, pendapat dari amicus curiae bukanlah merupakan suatu alat bukti yang sah, sehingga peran dari amicus curiae sebatas sebagai bahan pertimbangan hakim.

Dasar Hukum Amicus Curiae di Indonesia

Sepanjang penelusuran kami, amicus curiae memang tidak secara tegas diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Akan tetapi, keberadaan amicus curiae dapat disandarkan pada Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Lebih lanjut, dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Menurut Siti Aminah, amicus curiae ini dapat merujuk pada semangat untuk membantu hakim agar adil dan bijaksana dalam memutus perkara. Lebih lanjut, Aminah menjelaskan bahwa ketentuan dalam UU Kekuasaan Kehakiman di atas mewajibkan hakim dan hakim konstitusi untuk membuka seluas-luasnya informasi dan pendapat dari berbagai kalangan, baik yang menjadi para pihak yang berperkara, maupun melalui masukan dari pihak luar para pihak yang berperkara, seperti menggunakan hasil penelitian, mengundang ahli, atau berdiskusi dengan pihak yang dinilai memahami masalah-masalah yang diperiksa. Sehingga, akan membantu hakim menghasilkan putusan yang adil dengan pertimbangan yang arif dan bijaksana.

amicus curiae dalam suatu perkara di Mahkamah Konstitusi (“MK”), maka dapat disandarkan pada Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 6 Peraturan MK 2/2021 tentang pengujian undang-undang. Pasal 5 ayat (2) Peraturan MK 2/2021 menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, MK dapat meminta keterangan pihak lain yang diposisikan sebagai pihak terkait.
Lebih lanjut, Pasal 6 Peraturan MK 2/2021 menjelaskan bahwa pihak terkait tersebut merupakan pihak yang berkepentingan langsung dan/atau tidak langsung dengan pokok permohonan, yaitu:

• perorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama;

• kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang;

• badan hukum publik atau badan hukum privat; atau

• lembaga negara.

Contoh amicus curiae dalam pengujian peraturan perundang-undangan di MK adalah dalam perkara pengujian UU No. 2/PnPS/1965 tentang Pencegahan dan Penodaan Agama terhadap UUD 1945 di MK oleh The Becket Fund for Religious Liberty.  Selain itu, Koalisi Perempuan Indonesia juga mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam uji materi KUHP di MK dengan perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016.

Mengenai pihak terkait dalam perkara PHPU berbeda dengan perkara pengujian undang-undang. Dalam perkara PHPU, pihak terkait ditujukan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkepentingan terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon.

Sementara itu, ketentuan mengenai keterangan “pihak lain” dalam perkara PHPU termasuk ke dalam alat bukti. Sedangkan amicus curiae tidak tergolong sebagai suatu alat bukti.

Dalam perkara PHPU, pihak ketiga yang berkepentingan namun bukan sebagai pihak dalam perkara PHPU dan bukan sebagai pihak terkait, tetap dapat mengajukan diri menjadi amicus curiae dengan bersandar pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman.

Selain itu, dalam artikel “Amicus Curiae” PHPU Presiden Tahun 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah MK, Fajar Laksono, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK menyatakan bahwa amicus curiae merupakan bagian dari masyarakat yang menunjukkan atensi terhadap perkara PHPU presiden tahun 2024, sehingga MK tidak melarang amicus curiae menyerahkan aspirasinya. Adapun pengaruh dari amicus curiae dalam putusan, maka sepenuhnya kembali pada otoritas hakim konstitusi.***

 

 

Editor: Hasto Kristanto

Tags

Terkini

Terpopuler